





 
                                                      



Teori Pembentukan Tata Surya Awal Abad ke-20
Perkembangan teori pementukan Tata Surya pada dekade  terakhir abad ke-19 dan dekade pertama abad ke-20, didominasi oleh 2  orang Amerika yakni Thomas Chamberlin (1843-1928) dan Forest Moulton  (1872-1952). Dalam membangun teorinya, mereka melakukan komunikasi  secara konstan, bertukar pemikiran dan menguji ide-ide yang muncul,  namun publikasi atas karya besar mereka dilakukan secara terpisah.
Pada tahun 1890-an, Chamberlin menawarkan solusi  untuk teori nebula Laplace. Ia menawarkan adanya satu akumulasi yang  membentuk planet atau inti planet (objek kecil terkondensasi diluar  materi nebula) yang kemudian dikenal sebagai planetesimal. Menurut  Chamberlin, planetesimal akan bergabung membentuk proto planet. Namun  karena adanya perbedaan kecepatan partikel dalam dan partikel luar,  dimana partikel dalam bergerak lebih cepat dari partikel luar, maka  objek yang terbentuk akan memiliki spin retrograde.
Walaupun ide planetesimal ini cukup baik, sejak tahun  1900 Chamberlin dan Moulton mengembangkan teori alternatif untuk  pembentukan planet. Keduanya mengembangkan teori tentang materi yang  terlontar dari bintang membentuk nebula spiral. Nebula spiral ini tidak  diketahui asalnya dan berhasil dipotret oleh para pengamat. Menurut  mereka, materi yang terlontar ini bisa membentuk planet yang akan  mengitari bintang induknya. Tapi ide ini kemudian mereka tolak karena  orbit yang mereka dapatkan terlalu eksentrik/lonjong.
Chamberlin kemudian membangun teori baru yang  melibatkan erupsi matahari. Ia memberikan kemungkinan bahwa spiral  nebula merupakan hasil interaksi pemisahan dari bintang yang berada  dalam proses erupsi dengan bintang lainnya. Teori ini membutuhkan  matahari yang aktif dengan prominensa yang masif. Namun sayangnya gaya  pasang surut bintang yang berinteraksi dengan matahari hanya mampu  menahan materi prominensa di luar matahari tapi tidak mampu memindahkan  materi dari matahari. Untuk itu dibutuhkan jarak matahari-bintang lebih  besar dari limit Roche untuk matahari dan massa masif yang lebih besar  dari massa matahari untuk bintang lainnya.
Teori Pasang Surut Jeans
Astronomi Inggris, James Jeans (1877-1946) mengemukakan Tata Surya merupakan hasil interaksi antara bintang lain dan matahari. Perbedaan ide yang ia munculkan dengan ide Chamberlin – Moulton terletak pada absennya prominensa. Menurut Jeans dalam interaksi antara matahari dengan bintang lain yang melewatinya, pasang surut yang ditimbulkan pada matahari sangat besar sehingga ada materi yang terlepas dalam bentuk filamen. Filamen ini tidak stabil dan pecah menjadi gumpalan-gimpalan yang kemudian membentuk proto planet. Akibat pengaruh gravitasi dari bintang proto planet memiliki momentum sudut yang cukup untuk masuk kedalam orbit disekitar matahari. Pada akhirnya efek pasang surut matahari pada proto planet saat pertama kali melewati perihelion memberikan kemungkinan bagi proses pembentukan planet untuk membentuk satelit
Astronomi Inggris, James Jeans (1877-1946) mengemukakan Tata Surya merupakan hasil interaksi antara bintang lain dan matahari. Perbedaan ide yang ia munculkan dengan ide Chamberlin – Moulton terletak pada absennya prominensa. Menurut Jeans dalam interaksi antara matahari dengan bintang lain yang melewatinya, pasang surut yang ditimbulkan pada matahari sangat besar sehingga ada materi yang terlepas dalam bentuk filamen. Filamen ini tidak stabil dan pecah menjadi gumpalan-gimpalan yang kemudian membentuk proto planet. Akibat pengaruh gravitasi dari bintang proto planet memiliki momentum sudut yang cukup untuk masuk kedalam orbit disekitar matahari. Pada akhirnya efek pasang surut matahari pada proto planet saat pertama kali melewati perihelion memberikan kemungkinan bagi proses pembentukan planet untuk membentuk satelit
.
Pada model ini tampaknya spin matahari yang lambat  dikesampingkan karena dianggap matahari telah terlebih dahulu terbentuk  sebelum proses pembentukan planet. Selain itu tanpa adanya prominensa  maka kemiringan axis solar spin dan bidang orbit matahari-bintang tidak  akan bisa dijelaskan.
Tahun 1919, Jeans memperbaharui teorinya. Ia  menyatakan bahwa saat pertemuan kedua bintang terjadi, radius matahari  sama dengan orbit Neptunus. Pengubahan ini memperlihatkan kemudahan  untuk melontarkan materi pada jarak yang dikehendaki. Materinya juga  cukup dingin, dengan temperatur 20 K dan massa sekitar ½ massa jupiter.  Harold Jeffreys (1891-1989) yang sebelumnya mengkritik teori  Chamberlin-Moulton juga memberikan beberapa keberatan atas teori Jeans.  Keberatan pertamanya mengenai keberadaan bintang masif yang jarang  sehingga kemungkinan adanya bintang yang berpapasan dengan matahari pada  jarak yang diharapkan sangatlah kecil.
Tahun 1939, keberatan lain datang dari Lyman Spitzer  (1914-1997). Menurutnya jika matahari sudah berada dalam kondisi  sekarang saat materinya membentuk Jupiter maka diperlukan materi  pembentuk yang berasal dari kedalaman dimana kerapatannya sama dengan  kerapatan rata-rata matahari dan temperatur sekitar 106 K. Tapi jika  harga temperatur ini dipakai dalam persamaan untuk massa kritis jeans,  maka massa minimum Jupiter menjadi 100 kali massa Jupiter saat ini.
sumber : The Origin and Evolution of the Solar System (M. M. Woolfson)
0 Response to " "
Posting Komentar
Silakan isi Komentar sobat
dan gunakan kata-kata yang sopan.
Jangan nyepam ya n_n